Senin, 06 April 2015

MATA KULIAH KESEHATAN MENTAL EDISI 7 APRIL 2015

MATA KULIAH KESEHATAN MENTAL 
EDISI: 7 APRIL 2015 


KESEHATAN MENTAL
BAB XIII
KEHIDUPAN MODERN DAN PENYAKIT MENTAL

PENDAHULUAN
            Sekitar tahun 1750 terjadi gelombang kemajuan dalam kebudayaan manusia berupa makin berkembangnya ilmu pengetahuan modern dan tehnik pemesanan. Kejadian ini kemudian disusul oleh rentetan revolusi-revolusi industri. Lalu muncul suatu kompleks industri modern, dunia transportasi yang semakin canggih, dan mengubah semuanya secara total sifat kebudayaan materiil umat manusia.
            Dampak kebudayaan baru ini antara lain berwujud mesin-mesin otomatis yang dikontrol oleh motor-motor disel, pesawat turbojet, radio dan TV, radar, roket terkendali, bom, atom dan lain-lain. Hasil dari revolusi industri dan revolusi ilmu pengetahuan tadi membuahkan banyak kemudahan hidup dan kesejahterahan materiil. Dengan alat-alat canggih orang orang lebih efisien menguasai tantangan alam, dan bisa menguasai lingkungan sekitar dei peningkatan kesejahterahan. Namun di samping manfaat dan keuntungan tersebut muncul pula berupa tindak kekerasan, penjahatan, tindak kebengisan sebagai penyalahgunaan hasil teknologi dan ilmu pengetahuan.

1.    Cultural Lag, Sekuralisasi Budaya Materiil, dan Erosi Pola Hidup Manusia
Cultural Lag yaitu kegagalan lembaga-lembaga sosial mengejar perkembangan budaya ilmu dan budaya materiil, sehingga ada ketidakcocokan antara budaya materiil dengan budaya non materiil (spiritual dan non sosial).
Proses sekuralisasi yang lebih tajam ada pada kebudayaan materiil jika dibandingkan dengan proses sekuralisasi pada lembaga-lembaga sosial. Pertumbuhan yang serba cepat dari pengetahuan dan teknologi mutahir namun tidak dibarengi oleh kehidupan yang efisien serta cara hidup dan cara berfikir manusianya yang rasional dan efektif.
Pada masa sekarang kebanyakan dari kita tengah hidup dalam kancah masyarakat modern, metropolit, bahkan masyarakat dunia. Disamping itu, oleh pengaruh proses urbanisasi dan modernisasi, fungsi-fungsi masyarakat primer yaitu keluarga, kaum, kelompok bermain, budaya kampung, budaya desa yang lama ternyata lebih cepat larut dan roboh ketimbang proses penyusunan kembali dan revisinya untuk menggantikan yang lain. Kejadian ini mengakibatkan:
-         Susutnya (bahkan sering kali juga hilangnya) disiplin pribadi dan disiplin nasional.
-         Munculnya banyak penyakit mental
-         Pesatnya perkembangan khaos sosial dan disorganisasi sosial.
Oleh karena itu kepribadian individu dan karakter bangsa itu secara primer dibentuk oleh lingkungan masyarakatnya. Proses sekuralisasi ini mengandung konotasi liberalisasi, yang pada saatnya akan memunculkan sistem politik liberal, sistem ekonomi liberal, dan sistem filsafata liberal, kemudian muncul lah sistem kapitalisme, kolonialisme, dan imperialisme modern. Dalam kondisi sosial begitu pasti timbul banyak konflik, masalah sosial yang gawat. Dengan kata-kata lain hidup sehari-hari menjadi tidak hygienis secara mental.
Kemajuan yang terjadi di bidang transportasi, dan komunikasi, juga proses urbanisasi dan modernisasi mengakibatkan banyak perubahan drastis pada pola kehidupan manusia.



2.    Disorganisasi Sosial dan Disorganisasi Personal
Disorganisasi sosial adalah berkurangnya tata nilai dan aturan-aturan tingkah laku sosial terhadap anggota-anggota kelompok (Floran Znaniecki dan W.I. Thomas, sosiolog)
Bila organisasi-organisasi kemasyarakatan yang obyektif dan beroperasi lewat ideologi-ideologi serta lembaga-lembaga pengontrol terhadap pola hidup manusia bisa berjalan lancar dan efisien, akan terjaminlah kesejahterahan dan kemakmuran. Sebaliknya bila organisasi kemasyarakatan tadi mengalami kehancuran dan tidak bisa berfungsi efisien lagi, manusia akan kehilangan bimbingan dan kontrol sosial. Akibatnya rakyat menjadi terganggu ketenangan batinnya/mentalnya, dan masyarakat menjadi tidak hygienis secara sosial.
Maka disorganisasi sosial bisa timbul pada pribadi individu maupun pada masyarakat. Yaitu, individu bisa menjadi buas dan tanpa luar kendali. Baik penampilan lahiriah maupun aspek-aspek jiwaninnya menjadi kacau balau atau mengalami proses disorganisasi.
Peristiwa tersebut menyebabkan banyak orang merasa ngeri dan takut ditinggalkan sendirian tanpa pengawasan dan perlindungan. Secara internal, individu ditinggalkan sendirian tanpa bimbingan. Akibatnya terjadilah disorganisasi personal pada pribadi sehingga ia menjadi ketakutan, kecemasan, panik, kebingngan, sakit jiwa dan tidak terlindungi. Sedangakn proses disorganisasi yang berlangsung ditengah masyarakat mengakibatkan norma-norma lalu masyarakat menjadi sakit, awut-awutan dan kacau balau.
Faktor yang menyebabkan disorganisasi personal dan sosial yaitu faktor politik, ekonomi, religius, dan sosial budaya. Setelah itu timbulah kemudian perubahan tingkah laku individu-individu manusia dan perubahan-perubahan sosial di tengah masyarakat.
Contoh ditengah hiruk pikuk kehidupan kota yang serba tergesa-gesa dan banyak menuntut, orang dipaksa untuk terus berpacu dan bersaing dalam perlombaan hidup dan mengejar kemajuan zaman. Suasana kompetitif ini banyak diwarnai oleh tingkah laku yang tidak wajar, abnormal dan menyimpang. Semua kejadian ini menyebabkan banyak ketakutan, kecemasan juga stres dan menjadi penyebab utama berkembangnya penyakit-penyakit mental ditengah masyarakat luas.
Sebagai akibatnya banyak penduduk menjadi tegang syaraf, mengalami stres berat, jadi panik, yang sewaktu-waktu bisa meletup menjadi gejala penyakit jiwa atau gangguan mental.
Selanjutnya oleh komulasi atau berkumpulnya macam-macam konflik ditengah masyarakat dan didalam batin sendiri. Serta banyaknya tegangan sosial, tidak sedikit orang jadi menderita gangguan intelektual, gangguan emosional dan ketakutan mental. Maka berlangsunglah proses disorganisasi personal dan disorganisasi sosial yang kumulatif.

3.    Masa-Masa Transisi dan Macam-Macam Penyakit Mental
       Gangguan emosional dan macam-macam penyakit mental juga banyak timbul pada masa-masa transisi, dengan adanya peralihan kebudayaan. Banyak terjadi ketidaksinambungan antara lompatan kultural pada masa ini sehingga tidak sedikit orang yang menjadi bingung, takut, panik kemudian menderita gangguan kejiwaan dari stadium yang paling ringan sampai stadium yang paling berat dan kegilaan. Perubahan sosial yang serba cepat dan drastis ini merupakan proses organis yang amat dinamis dan mengejutkan sehingga dapat menyebabkan banyak ketidakstabilan dan kurang adanya kesepakatan antar masing-masing anggota masyarakat mengenai pola hidup sehari-hari. Hal ini dapat membentuk individu maupun kelompok memakai cara penyelesaian masalah “semau gue”, tanpa aturan, dan anarkis. Lembaga sosial yang seharusnya mengatur segi kehidupan agar menjadi tenang dan lancar serta melayani kebutuhan orang banyak menjadi tidak berfungsi, justru harus dilayani dengan budaya “salam tempel”, sogokan agar berfungsi secara lancar. Birokrasi juga menjadi ketat dan kaku. Hal tersebut mendorong tingkah laku masyarakat banyak yang lepas kendali dan tidak sesuai dengan norma-norma sosial dan pada akhirnya menjadi patologis secara psikis dan sosial. Individu menjadi sakit mentalnya, masyarakat menjadi tidak hygienis.

4.    Kehidupan Urban dan Ketidaksehatan Mental Penghuninya
       Kehidupan kota/urban merupakan gejala sosial yang sangat dinamis dan kompleks secara fisik, legal, psikologis, sosial, ekonomis, politis, kultural: yaitu dengan semakin berkembangnya macam-macam organisasi pemerintah dan swasta, status resmi yang unik, dan adanya kehidupan ekonomis dan politis yang ruwet karena saling berkaitan. Hal tersebut diperkeras dengan semakin bertambahnya penduduk dan pesatnya arus para migran desa. Kekompleksan masyarakat tersebut membuahkan banyak konflik terbuka dan tertutup. Proses mekanisasi di segala sector kehidupan selalu berkesinambungan tanpa ujung akhir. Pendidikan juga banyak yang dikomersilkan dan secara primer mengabdikan diri pada doktrin-doktrin politik dan instruksi ekonomi yang keras. Ekonomi urban secara esensial menjadi semakin parasite karena banyak didukung oleh politik dan kebijakan ekonomi yang eksploitatif. Beberapa ilmuwan menamakan zaman sekarang sebagai periode eksploitatif dan pemerasan terorganisir dan sebagai periode komersialisasi dari kriminalitas.
       Idealisme politik yang semula murni banyak digantikan dengan kekuasaan penyelewengan. Mentalisme “mau menang sendiri” dan sifat ganas buas menjadi semakin merajalela sehingga banyak muncul perkelahian. Di satu sisi pihak modernisasi membuahkan kesejahteraan materiil, akan tetapi di pihak lain menghasilkan banyak penderitaan. Kondisi hidup yang keras di kota-kota besar tanpa norma serta aturan-aturan dan ditambah dengan jumlah penduduk yang semakin besar dengan pola hidup yang beraneka ragam itu merupakan ciri khas kota besar dengan dampaknya berupa bentuk disintegrasi sosial atau masalah sosial. Maka ciri khas dari disintegrasi sosial ini antara lain:
1.      Adanya perubahan yang serba cepat dan keadaan tidak stabil
2.      Kurang adanya kesinambungan pengalaman antar kelompok, ada cultural lag dan kesenjangan sosial
3.      Tidak ada intimitas organic dalam relasi sosial dan kurang adanya consensus diantara para anggota masyarakat.
Lenyapnya intimitas organic dan longgarnya relasi sosial yang ada di kota dianggap sebagai tanda pokok dari masyarakat yang mengalami proses disintegrasi sosial yang kemudian digantikan dengan pola individualisme ekstrim dengan pola kesombongan, nafsu mementingkan diri sendiri dan kontrak-kontrak sosial yang terpecah-pecah.
Satu lingkungan sosio-budaya yang patologis dan buruk bisa memberikan banyak rangsangan kepada individu untuk ikut menjadi patologis atau sakit secara sosial dan tidak sehat mentalnya. Kriminalitas di masa sekarang tidak lagi bermotifkan alasan-alasan ekonomis, akan tetapi lebih banyak didorong oleh kemalasan, kesombongan, kehausan akan hiburan-hiburan yang abnormal dan pola-pola animalistik. Mentalitas kota itu cepat bosan, selalu haus akan hal-hal baru, ingin cepat berganti, dll. Hampir semua hiburan di kota-kota besar bersifat buatan, sehingga iklim sosial selalu diliputi suasana kecurigaan, kebencian, kecemburuan, kekerasan. Dengan adanya situasi-kondisi yang serba hiruk pikuk dan kisruh demikian itu kota-kota menjadi pusat ketidaksesuaian (maladjustment) yang ganda bagi penduduknya. Karena itu mentalitas kota banyak ditandai oleh ketegangan syaraf, batin, ketakutan dan penyakit-penyakit jiwa lainnya. Jumlah para penderita ketidakstabilan mental dan nerveusitas menjadi semakin banyak. Di tengah lingkungan disorganisasi sosial di kota-kota besar banyak institusi-institusi primer seperti keluarga, RT, suku, marga, dll menjadi berantakan sedangkan lembaga penggantinya belum ada. Kejadian tersebut menyebabkan para penghuninya semakin cemas karena tidak mempunyai pegangan yang mantab sehingga banyak yang menggerombol dalam kelompok primer baru untuk mencari “Ratu Adil” lari pada perdukunan dan hal-hal yang mistik.
Menurut data di seluruh dunia, pada zaman modern sekarang dengan situasinya yang serba kompleks jumlah penderita penyakit syaraf dan penyakit mental bertambah banyak dengan cepat sekali sejajar dengan cepatnya pertumbuhan kota-kota besar, dunia industry serta perdagangan. Namun, tetap saja menjadi masalah sulit bagi kita semua ialah:
“apakah psikiatri dengan semua fasilitas kedokteran yang diberikan oleh GERAKAN HYGIENE MENTAL itu bisa sama pesat perkembangannya dengan melonjaknya jumlah para penderita penyakit syaraf dan mental pada abad modern sekarang (abad 20 dan 21).”
Sebab abad-abad modernisasi dan mekanisasi yang penuh dengan kemajuan dan kontradiksi itu justru akan lebih banyak lagi memprodusir orang-orang yang terganggu mentalnya dan membuat masyarakat tidak hygienis secara sosial.





















BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan dari materi yang telah dijelaskan diatas bahwa banyaknya kebudayaan baru, kecanggihan teknologi dan kehidupan modern yang secara total mengubah sifat kebudayaan materiil manusia sehingga muncul satu gaya hidup baru. Dengan adanya kehidupan modern tersebut membuahkan banyak kemudahan hidup dan kesejahteraan materiil, tetapi di sisi lain banyak dampak-dampak sampingnya yaitu terjadinya disintegrasi sosial sehingga mengakibatkan banyak muncul penyakit mental pada individu.

DAFTAR PUSTAKA

Kartono, Kartini. 2000. Hygiene Mental. Bandung: Mandar Maju


Tidak ada komentar:

Posting Komentar