Minggu, 17 Mei 2015

TI dalam BK

DESAIN TAMPILAN BIMBINGAN

TUGAS
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknologi Informasi dalam Bimbingan Konseling
Dosen: Muwakhidah, S.Pd., M.Pd.

Description: D:\fd\Local Disk D buatan\makalah p.zainal\UNIPA.jpg

Disusun Oleh :
Nurliana Dewi        11-500-0050



UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
2015



DESAIN TAMPILAN BIMBINGAN

1.      Bidang Bimbingan                  : Pribadi dan Sosial
2.      Tema                                       : Gangguan Identitas Gender (Sex Educations)
3.      Tujuan                                    
a.      Tujuan Umum                   : Memiliki kemampuan dalam mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial
b.      Tujuan Khusus                 : Membantu siswa agar dapat mengenal individu yang mengalami gangguan identitas gender dengan dapat menyebutkan ciri-ciri individu yang mengalami gangguan identitas gender, penyebab, dampak dan bagaimana perilaku individu yang mengalami gangguan identitas gender.
4.      Sasaran                                   : Siswa kelas VIII SMP
5.      Indikator                                 :
a.      Kognitif     :
·        Menjelaskan pengertian individu gangguan identitas gender.
·        Menyebutkan 3 ciri-ciri individu yang mengalami gangguan identitas gender
·        Menyebutkan 3 penyebab individu yang mengalami gangguan identitas gender
·        Menyebutkan 3 dampak apabila mengalami gangguan identitas gender
b.      Proses       :
·        Menyimak power point dan video
·        Dapat mengidentifikasi perilaku individu yang mengalami gangguan identitas gender
c.       Afektif      :
Jujur, tanggung jawab, disiplin, tegas, berani.
d.      Keterampilan Sosial :
Melakukan komunikasi meliputi presentasi, bertanya, berpendapat, kerjasama dan menjadi pendengar yang baik.



6.      Menyusun materi                  
a.      Langkah 1                                    :  siswa diarahkan untuk mengerti tentang individu yang mengalami gangguan identitas gender dengan mengarahkan siswa untuk menangkap setiap kejadian yang telah mereka alami di lingkungan sekitar mereka.
b.      Langkah 2                                    : siswa diarahkan untuk menyebutkan ciri, penyebab, dampak dan mengidentifikasi perilaku individu yang mengalami gangguan identitas gender.

7.      Daftar Pustaka : Nevid, Jeffrey. 2005. Psikologi Abnormal jilid 2. Jakarta: Erlangga.
8.      Alamat Blog   : nurlianadewi.blogspot.com


Materi:
Gangguan Identitas Gender adalah suatu gangguan dimana individu percaya bahwa anatomi gendernya tidak konsisten dengan identitas gendernya. Identitas gender adalah bagaimana seseorang merasa bahwa ia adalah seorang pria atau wanita.

Ciri-ciri individu yang mengalami gangguan identitas:
1. Sering berperilaku sebagai anggota gender lain
2. Berharap untuk hidup sebagai bagian dari gender lain
3. Perasaan tidak nyaman yang kuat dengan anatomi gendernya
4. Tidak ada kondisi inter-sex seperti anatomi seksual yang ambigu, yang mungkin membangkitkan perasaan tersebut
5. Identifikasi yang kuat terhadap gender lain.

Dampaknya:
1. Akan dikucilkan oleh orang-orang di lingkungan sekitar
2. Menjadi individu yang terisolir dari lingkungan sekitar jika individu tersebut tidak mudah untuk beradaptasi

Penyebabnya:
Sumber distress yang terus menerus dan intensif.


Kamis, 14 Mei 2015

Nilai-Nilai Kehidupan Part 8

Selamat membaca...
Semoga bermanfaat

Nilai-Nilai Kehidupan


🙏KUWAIT – Anak kecil berusia 7 tahun ini namanya Rasyad. Ia putera tunggal seorang miliuner Kuwait. Saat ia terbaring di rumah sakit selama 23 hari opname, ia tidak ditemani ayah bundanya yang sibuk dengan pekerjaannya.

Pada hari ke-23, ayah bundanya datang menjenguk dan meminta maaf karena tak sempat mendampinginya. Mereka menghiburnya sambil berkata, “Ayah bunda sibuk untuk mempersiapkan masa depanmu sayang.”

Ayah bundanya menunjukkan foto-foto proyek dan rumah yang tengah dibangunnya untuk dirinya kelak, selain rumah yang tengah di tempatinya sekarang.

Rasyad tersenyum dan bertanya, “Siapa yang bisa menjamin hari esok saya masih hidup ayah bunda? Siapa yang menjamin semua yang ayah bunda miliki saat ini adalah untukku? Dan apa manfaat semua yang ayah bunda miliki, tapi tak ditempati?”

Anak yang baru duduk di kelas Madrasah lbtida’iyah ini pun akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan senyuman yang betul-betul “memukul” hati kedua orang tuanya.

Apa yang terjadi pada orang tuanya selepas wafatnya ananda tercinta merupakan kisah yang tak kalah mengharukan.

Setelah anak kecil itu dikuburkan, rumah tangga menjadi senyap, sesekali terdengar isak tangis kesedihan bercampur penyesalan. Kesedihan mendalam memang seringkali ditandai dengan diam, walau tak jarang juga ditandai dengan teriakan umpatan kesedihan atau jeritan duka.

Hari-hari berlalu dengan evaluasi kehidupan pasangan ini. Sayangnya, evaluasi yang dilakukan bukan didasarkan pada kedewasaan pikir dan kematangan emosi.

Si suami menyalahkan si istri yang ikut-ikutan berkarier sehingga melupakan tugas utama seorang ibu yang menjadi “taman surga” bagi anaknya. Sementara si istri menyalahkan suami yang setiap hari bicaranya hanya soal duit, duit dan duit. Pertengkaran pun memuncak, si suami menjatuhkan talak satu untuknya.

Si istri menjerit dan membanting semua yang ada di sekitarnya, termasuk foto keluarga yang ada di sampingnya. Foto itu adalah foto dirinya, suaminya, dan anaknya yang sedang tersenyum di suatu taman yang pernah dikunjunginya. Foto yang baru saja dipasang satu bulan sebelum Rasyad masuk rumah sakit.

Foto itu dilemparkan, kacanya pecah berserakan dan sebagian mengenai wajah sang suami.

Tak sengaja, di balik foto itu ada tulisan anaknya, berbunyi: “Ayah bunda, semoga kita bertiga senantiasa menyatu sampai di akhirat kelak.”

Suami istri ini terdiam, lama saling memandang, dan akhirnya terlarut dalam tangisan jiwa yang mendalam. Mereka pun saling mendekat, kemudian saling merangkul. Suaminya berbisik: “Kita tidak boleh berpisah. Kita harus bersatu selalu, dengan anak kita, sampai ajal menjemput kelak.”

Setelah mereka rujuk, ada perubahan mendasar dalam kehidupan mereka. Perubahan yang secara tiba-tiba karena suatu peristiwa luar biasa yang menyentuh diri sehingga menjadi landasan pacu titik balik kehidupan, yang dalam psikologi disebut dengan epifani.

Konsep kehidupannya yang awalnya adalah kerja, kerja, dan kerja berubah menjadi ibadah, ibadah, dan kerja. Sejak saat itu definisi hidupnya berubah dari “having mood” menjadi “being mood.”

Having mood adalah perasaan bangga karena memiliki walau tidak bisa menikmati dan memanfaatkan, sementara being mood adalah merasa bangga dan bersyukur dengan apa yang dijalani walau tak banyak yang dia miliki.

Orang yang punya 10 mobil, tapi yang digunakan hanya satu saja dan merasa nyaman dengan kepemilikan itu padahal tidak digunakannya maka ia terjangkit penyakit “having mood.”

Sementara mereka yang tidak punya mobil, tapi menikmati hari-harinya dengan naik taksi atau mobil angkutan umum lainnya maka ia tipe orang bahagia dengan “being mood.” Kita masuk yang mana?

Orang tua Rasyad ini kemudian mewakafkan beberapa rumah dan cottage yang dimilikinya untuk menjadi madrasah dan pusat kegiatan agama yang diberi nama Rasyad Foundation. Wallaahu a’lam bish shawwab.💜

Selamat malam dan "Being Mood"

Semoga bermanfaat..
Salam Konselor Indonesia..
#Meraih Cita dan Cinta#

Selasa, 05 Mei 2015

Nilai-Nilai Kehidulan Part 7

Selamat membaca..
Semoga bermanfaat..

pernah dengar istilah ANTIJA?

Mungkin anda asing mendengar ini, sy pun demikian.

ANTIJA merupakan singkatan dari Anak Ta Nijampangi (Makassar) atau dalam bahasa Indonesia berarti anak yang tak mendapat perhatian..

Istilah ini sy dengar dari seorang Kepala sekolah di Kota Makassar yg tidak habis pikir dengan sikap dari orang tua salah seorang siswa saat UN beberapa waktu yang lalu. Kejadiannya saat sang siswa tidak hadir pada Hari ke 2 pelaksanaan UN, karena besarnya kepedulian Sang Guru akhirnya beliau berinisiatif menjemput si anak si rumahnya agar tetap bisa ikut UN. Namun sayang saat tiba di rumahnya dan ditanyakan ke orang tuanya dimana sang Anak, dengan santainya sang orang tua menjawab "SAYA JUGA TIDAK TAHU SEMALAM DIA BERMALAM DIMANA" Subahanllah..

Orang tua macam apa ini. Yang tidak tahu dimana keberadaan anaknya. Bisa dibayangkan kalau ribuan orang tua bersikap demikian kepada anaknya. Sama sekali tidak punya kepedulian yang besar pada Anaknya. Dimana anaknya? Sedang apa anaknya ? Dan bersama siapa anaknya ?

Ayah dan Bunda, Sekolah itu penting untuk anak agar mereka mendapatkan pendidikan yang layak. Tapi perlu diingat juga bahwa pendidikan paling utama itu didapatkan anak di rumah. Sangat keliru kalau Ayah dan Bunda berpikir bahwa sekolah adalah wadah pendidikan utama dan mengabaikan peran rumah yang begitu penting.

Ayah dan Bunda, andalah aktor utama pendidikan untuk sang Buah Hati..

Selamat membaca..
Semoga bermanfaat..
Salam konselor Indonesia
#Meraih Cita dan Cinta#

Minggu, 03 Mei 2015

Pendekatan Gestalt

PENDEKATAN GESTALT

Oleh: Boy Soedarmadji

Selamat membaca... Semoga bermanfaat 


Frederick Perls (1893-1970) adalah pendiri pendekatan konseling Gestalt. Frederick dilahirkan di Berlin dan berasal dari keluarga Yahudi. Masa mudanya adalahmasa masa-masa yang penuh dengan masalah. Dia mengganggap dirinya sebagai sumber masalah dalam keluarganya dan dia bermasalah dengan pendidikannya. Bahkan di kelas tujuh, Frederick sempat tinggal kelas sebanyak dua kali dan bahkan keluar dari sekolah karena dia memiliki masalah dengan gurunya.

Walaupun di masa mudanya Frederick memiliki masalah dengan pendidikan, tetapi dia dapat menyelesaikan sarjananya, dan pada tahun 1916 dia bergabung dengan angkatan darat Jerman pada PD I.
Proses perkembangan teori Gestalt tidak bisa dilepaskan dari sosok Laura (Lore) Posner (1905-1990). Dia adalah isteri Frederick perls yang secara signifikan turut mengembangkan teori Gestalt. Laura dilahirkan di Pforzheim Jerman. Awal mulanya dia adalah seorang pianis sampai dengan umur 18 tahun. Pada awalnya, Laura juga seorang pengikut aliran Psikoanalisa, yang kemudian pindah untuk mendalami teori-teori Gestalt. Pada tahun 1926, Laura dan Perls secara aktif melakukan kolaborasi untuk mengembangkan teori Gestalt, hingga pada tahun 1930 akhirnya mereka menikah. Pada tahun 1952, mereka mendirikan New York Institute for Gestalt Therapy.
Pandangan tentang manusia
Walaupun pada awalnya Frederick merupakan pengikut aliran psikoanalisa, tetapi dalam perkembangannya, teori Gestal banyak bertentangan dengan teori Sigmund Freud. Jika Psikoanalisa memandang manusia secara mekanistik, maka Frederick memandang manusia secara holistic. Freud memandang manusia selalu dikuasai oleh konflik (intrapsychic conflict) awal masa anak-anak yang ditekan, maka Frederick memandang manusia pada situasi saat ini. Sehingga Gestalt lebih menekankan pada pada apa yang dialami oleh konseli saat ini daripada hal-hal yang pernah dialamai oleh konseli, dengan kata lain, Gestalt lebih memusatkan pada bagaimana konseli berperilaku, berpikiran dan merasakan pada situasi saat ini (here and now) sebagai usaha untuk memahami diri daripada mengapa konseli berperilaku seperti itu.
Teori Gestalt merupakan suatu pendekatan konseling yang didasarkan pada suatu pemikiran bahwa individu harus dipahami pada konteks hubungan yang sedang berjalan dengan lingkungan (ongoing relationships). Sehingga salah satu tujuan konseling yang ingin dicapai oleh Gestalt adalah menyadarkan (awareness) konseli terhadap apa yang sedang dialami dan bagaimana mereka menangani masalahnya. Gestalt berkeyakinan bahwa melalui kesadaran ini maka perubahan akan muncul secara otomatis.
Pendekatan Gestalt mengarahkan konseli untuk secara langsung mengalami masalahnya daripada hanya sekedar berbicara situasi yang seringkali bersifat abstrak. Dengan begitu, konselor Gestalt akan berusaha untuk memahami secara langsung bagaimana konseli berpikir, bagaimana konseli merasakan sesuatu dan bagaimana konseli melakukan sesuatu, sehingga konselor akan “hadir secara penuh” (fully present) dalam proses konseling sehingga yang pada akhirnya memunculkan kontak yang murni (genuine contacs) antara konselor dengan konseli.
Gestalt meyakini bahwa konseli adalah sosok yang terus tumbuh dan memiliki kemampuan untuk berdiri di atas dua kakinya sendiri serta mampu mengatasi masalahnya sendiri. Hal ini membuat pendekatan Gestalt memiliki dua agenda besar dalam proses konseling yaitu, a) menggerakkan konseli untuk berubah dari environmental support ke self-support dan b) integrasi ulang terhadap bagian-bagian kepribadian yang tidak dimiliki (reintegrating the disowned parts of personality).
Agenda sebagaimana disebut di atas berpengaruh terhadap proses konseling yang akan dilakukan oleh konselor. Dalam proses konseling, konselor tidak memiliki agenda khusus, konselor tidak memiliki keinginan-keinginan, memahami bagaimana konseli berhubungan dengan lingkungan secara saling ketergantungan (interdependence). Hal ini mengarahkan konselor untuk menekankan proses dialog selama proses konseling. Pendekatan ini akan menciptakan kontak yang spontan yang pada akhirnya berujung pada bagaimana konselor dan konseli memahami proses konseling itu sendiri (moment-to-moment experience).
Salah satu pemikiran penting dari teori Gestalt adalah memandang individu sebagai agen yang dapat melakukan regulasi diri (self-regulate). Pengontrolan diri akan muncul jika individu secara sadar memahami apa yang terjadi di sekitarnya. Proses terapi hanya akan memfasilitasi bagaimana kesadaran itu muncul dan bagaimana kesadaran tersebut berinteraksi dalam proses konseling.
Yontef (1993) menyatakan secara eksplisit bahwa, “In Gestalt therapy there are no "shoulds." Instead of emphasizing what should be, Gestalt therapy stresses awareness of what is. What is, is. This contrasts with any therapist who "knows" what the patient "should" do”.
Pola pikir di atas menunjukkan bahwa dalam proses konseling, konseli akan berusaha mengenali siapa dirinya dan menjadi dirinya sendiri. Sebab Gestalt yakin bahwa permasalahan tidak akan selesai jika konseli masih menjadi orang lain. Masalah akan selesai jika konseli secara sadar memahami siapa dirinya. Sehingga, dalam proses konseling, konseli akan difasilitasi untuk memahami siapa dirinya dan bukan diarahkan untuk menjadi apa.

Prinsip Teori Gestalt
Dalam terapi Gestalt, pengalaman menyeluruh (pikiran, perasaan dan sensasi tubuh) dari individu menjadi perhatian yang sangat penting. Pendekatannya lebih dipusatkan pada kondisi di sini dan saat ini (here and now) yaitu menyadari apa yang terjadi dari waktu ke waktu (moment by moment).

Holism keseluruhan merupakan teori Gestalt yang utama. Gestalt tidak memandang manusia bagian perbagian. Manusia tidak bisa hanya diketahui dari komponen fisiknya saja, atau dari komponen psikisnya saja. Tetapi mengenal manusia harus dilakukan secara komprehensif, yaitu dari sisi psikis dan fisiknya. Selain itu, mengenal manusia tidak didasarkan pada diri individu itu saja, tetapi terintegrasi dengan lingkungan di mana individu tersebut berada. Perls (dalam Brownell, 2003) menyatakan bahwa holism dideskripsikan sebagai suatu keseluruhan bentuk kesadaran manusia yang meliputi respon motorik, respon perasaan, respon pikiran yang dimiliki oleh organisme.

Field Theory adalah teori Gestalt yang menyatakan bahwa mengenal manusia harus dilihat pula lingkungan di mana manusia itu berada. Dengan demikian, konselor akan memberikan perhatian lebih kepada konseli terhadap interaksinya dengan lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat, tempat kerja). Dengan kata lain, bahwa field theory merupakan suatu metode untuk mendeskripsikan keseluruhan medan (field) yang dialami oleh konseli. pada saat ini. Hal ini lebih daripada hanya sekedar menganalisis kejadian-kejadian yang telah terjadi dalam hubungannya dengan lingkungan (Yontef, 1993).

The Figure-Formation Process dideskripsikan sebagai usaha individu untuk melakukan pengorganisasian atau memanipulasi lingkungannya dari waktu ke waktu.

Organismic Self-Regulation merupakan sebuah proses dimana seseorang berusaha dengan keras untuk menjaga keseimbangan yang secara terus menerus diganggu oleh kebutuhan-kebutuhan. Jika usaha untuk menjaga keseimbangan ini berjalan dengan baik maka mereka akann kembali ke dalam posisi utuh. Pada dasarnya manusia memiliki kekuatan yang secara alami akan mengarahkan mereka untuk melakukan proses penyeimbangan dalam dirinya. Proses penyeimbangan ini berbentuk proses asimilasi, mengakomodasi perubahan atau menolak pengaruh-pengaruh dari luar. Masalah seringkali muncul saat seseorang berusaha untuk melakukan pemutusan kontak (interruption contacts).

Saat Ini (The Now)
Dalam pendekatan Gestalt, situasi saat ini merupakan hal yang sangat penting (the most significant tense). Sehingga dalam proses konseling, konseli akan diajak untuk belajar mengapresiasi dan mengalami secara penuh keadaan saat ini. Gestalt tidak akan mencari tahu apa yang telah terjadi di masa lalu, tetapi lebih pada mendorong konseli untuk membicarakan saat ini. Pemusatan pada masa lalu akan menjadi jalan bagi konseli untuk menghindari masalahnya. Joel dan Edwin (1992) menyatakan ”What does this mean, "present centered"? In essence, it means that what is important is what is actual, not what is potential or what is past, but what is here, now”.
Untuk membantu konseli memahami keadaan saat ini, maka konselor dapat membantu dengan memberikan kata tanya “Apa” dan “Bagaimana”, dengan demikian, kata tanya “Mengapa” adalah kata tanya yang sangat jarang dipergunakan (Zimberoff dan Hartman, 2003). Bahkan, seringkali konselor memotong pembicaraan konseli, jika konseli mulai berkutat dengan masa lalunya. Konselor akan memotong pembicaraan konseli dengan pernyataan seperti, ”Apa yang kamu rasakan pada saat kakimu bergoyang saat bicara?’ atau ”Dapatkah kamu merasakan tekanan suaramu? Tidakkah kamu merasa ketakutan?” Usaha konselor ini adalah untuk mengembalikan kesadaran konseli saat ini.
Konselor Gestalt meyakini bahwa pengalaman masa lalu, seringkali mempengaruhi keadaan konseli saat ini, terlebih jika pengalaman masa lalu memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian atau masalah yang dimiliki oleh konseli. Di lain pihak, karena (mungkin) ketakutannya untuk menyelesaikan masalah, maka konseli cenderun untuk secara terus menerus membicarakan masa lalunya. Untuk mengatasi masalah ini, maka konselor dapat mengajak konseli untuk kembali ke saat ini dengan cara “membawa fantasinya ke saat ini” dan mencoba untuk mengajak konseli untuk melepaskan keinginannya. Sebagai contoh, seorang anak memiliki trauma dengan perilaku ayahnya. Konselor tidak mengajak konseli untuk membicarakan apa yang telah terjadi, tetapi lebih mengajak konseli untuk merasakan saat ini dan berorientasi pada pada apa yang ingin dilakukan (semisal, berbicara dengan ayahnya).

Urusan yang Belum Selesai (Unfinished Bussines)

Individu seringkali mengalami masalah dengan orang lain di masa lalu. Menurut Gestalt, masalah masa lalu yang belum terselesaikan atau terpecahkan disebut dengan Unfinished Bussiness yang dapat dimanifestasikan dengan munculnya kemarahan (resentment), amukan (rage), kebencian (hatred), rasa sakit (pain), cemas (anxiety), duka cita (grief), rasa bersalah (guild) dan perilaku menunda (abandonment).
Polster (dalam Corey, 2005) menyatakan bahwa beberapa bentuk perilaku akibat unfinished bussines adalah seseorang akan asyik dengan dirinya sendiri, memaksa orang lain untuk menuruti kehendaknya, bentuk-bentuk perilaku yang menempatkan dirinya sebagai orang kalah, bahkan seringkali muncul simptom-simptom penyakit fisik.
Sebagai contoh ada seorang mahasiswa yang menganggap bahwa semua perempuan itu tidak baik. Perilaku mahasiswa ini cenderung untuk menjauhi perempuan. Diketahui bahwa masa lalu mahasiswa ini mengalami perlakuan yang buruk dari ibunya sewaktu berusia sekolah dasar (unfinished bussines). Pendekatan Gestalt tidak berorientasi pada masa lalu atau berusaha untuk mengorek perilaku orang tua yang menyebabkan dia berperilaku menjauhi perempuan. Sebab, jika itu dilakukan, maka mahasiswa ini akan berusaha untuk meraih masa lalunya yang hilang, dan dia akan berpikir menjadi anak kecil. Ini adalah proses yang tidak produktif. Konselor Gestalt akan berusaha untuk membantu mahasiswa ini merasakan apa yang terjadi saat ini. Konselor akan menfasilitasi mahasiswa ini untuk menunjukkan situasi yang terjadi saat ini. Mahasiswa dibantu untuk menyadari bahwa perilakunya tidak produktif dan kemudian mencari perilaku-perilaku yang lebih produktif.

Contact & Resisstance to Contact
Hal terpenting dalam kehidupan manusia adalah malakukan kontak atau bertemu dengan orang lain di sekitar. Kirchner (2008) menyatakan bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk melakukan kontak secara efektif dengan orang lain, dengan kemampuan itu, maka individu akan dapat bertahan hidup dan tumbuh semakin matang. Semua kontak yang dilakukan oleh individu memiliki keunikan sendiri-sendiri yang berujung pada bagaimana individu dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Perls menyatakan bahwa proses kontak dilakukan dengan cara melihat, mendengar, membau, meraba dan pergerakan. Lebih lanjut, Gestalt Institute of Cleveland (dalam Krichner, 2000) menunjukkan bahwa proses kontak terjadi karena tujuh tingkatan yaitu (a) sensation, (b) awareness, (c) mobilization of energy, (d) action, (e) contact, (f) resolution and closure, dan (7) withdrawal.
Proses kontak individu dengan individu lain seringkali mengalami masalah. Masalah ini seringkali muncul karena konseli cenderung untuk menghindari kontak dengan keadaan saat ini dan orang lain. Krichner (2000) menyatakan ada empat hal yang menjadi masalah konseli yaitu confluence, introjection, projection, dan retroflection

Energy & Blocks to Energy
Pendekatan Gestalt memperhatikan energy yang dimiliki oleh individu. Dimana teori ini berkeyakinan bahwa untuk bisa menyelesaikan masalahnya, maka seseorang akan mengeluarkan energy. Penutupan energy ini akan tampak pada keadaan fisik seseorang. Seseorang yang tidak bisa mengeluarkan energinya, seringkali ditampakkan dengan perilaku non verbal seperti, bernapas pendek-pendek, tidak focus dengan lawan bicara, berbicara dengan suara tertahan, perhatian yang minimal terhadap sebuah obyek, duduk dengan kaki tertutup, posisi duduk yang cenderung menjauhi lawan bicara dan lain sebagainya. Sebagai contoh, seseorang yang pada saat ini ingin marah, tetapi tertahan, maka tubuhnya akan mereaksi penahaman marah (sebagai upaya pelepasan energy) dengan bentuk-bentuk seperti napas tersengal-sengal.
Dalam proses konseling, konselor berusaha untuk membantu kondisi pelepasan energy yang dimiliki oleh konseli. Pada awalnya konseli diajak untuk mengenal perasaannya saat ini, dan kemudian membantu untuk melepaskan energi yang tertahan tersebut.
Referensi:

Brownell, Philip. 2003. Gestalt Global’s, Gestalt Therapy Construct Library, Construct from “G” through “P”. phil@g-gej.org, diakses tanggal 31 Januari 2008.
Corey, Gerald. 2005. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy (7th ed). Belmont: Thomson Brooks/Cole.
Cottone, Rocco. 1992. Theories and Paradigms of Counseling and Psychotherapy. Boston: Allyn and Bacon.
Higgins, Jude. 2008. What is Gestalt therapy? www.psychotherapybristol.co.uk diakses tanggal 31 Desember 2008.
Joel, Latner., Edwin, Nevis. 1992. The Theory of Gestalt Therapy. Gestalt Institute of Cleveland (GIC) Press.
Kirchner, Maria. 2000. Gestalt Therapy Theory: An Overview. www.newyorkgestalt.org, diakses tanggal 31 Desember 2008.
Wikipedia. 2008. Gestalt Therapy. http://en.wikipedia.org/wiki/Gestalt_ therapy, diakses tanggal 31 Desember 2008.
Yontef, Gary. 1993. Gestalt Therapy: An Introduction. www.gjpstore.com, diakses tanggal 31 Desember 2008.
Zimberoff, Dianne., Hartman, David. 2003. Gestalt Therapy and Heart-Centered Therapies. Journal of Heart-Centered Therapies, 2003, Vol. 6, No. 1, pp. 93-104

Selamat membaca..
Semoga bermanfaat...
Salam konselor indonesia
#Meraih Cita dan Cinta# 

Sabtu, 02 Mei 2015

Teori Analisis Transaksional

TEORI ANALISIS TRANSAKSIONAL 
Oleh Wahid Suharmawan

Selamat membaca
Semoga bermanfaat...;)


Dalam setiap hubungan dan interaksi dengan berbagai tingkatan dan perbedaan latar belakang, mengetahui ego state adalah sebuah langkah yang sangat ideal. Mengetahui egostate lawan bicara akan membuat kita menggunakan bahasa yang se visi dengan lawan bicara kita, Ada 3 egostate yang akan dibahas dalam posting kali ini, pertama adalah egostate anak, kedua adalah egostate dewasa dan ketiga adalah egostate orang tua.
Setiap egostate terwakili oleh beberapa symbol yang melambangkan kekuatan karakter atau sifat dari individu dengan egostate tertentu. Anak bisa berada dalam tahap egostate anak, dewasa bahkan orang tua. Anak yang memiliki egostate anak maka dia akan menggunakan bahasa paedagogik, bahasa anak - anak dengan tingkat ketajaman analisa yang rendah, segala hal dilihat dari segi penampilan dan fisik belum dinilai dari segi kualitas. Seorang anak memilih baju maka warna, kemudian sablon, menjadi bahan pertimbangan pertama, meskipun merknya lebih branding menurut orang dewasa jika warnanya tidak atrractive maka anak kurang tertarik, secara fisik mereka melihat kaos dari sudut luar bukan dari kenyamanan. Anak yang beregostate dewasa mulai menggunakan analisis dalam menilai sesuatu, jika saya mencubit teman saya maka dia akan balas mencubit saya. Anak dengan egostate dewasa bisa terbentuk karena urutan dalam kelahiran, pengalaman dan kejadian hidup. Pengasuhan orang tua dll.

Anak dengan egostate orang tua maka dia akan menampilkan kesan bijaksana dalam melakukan segala sesuatu, Tidak usah bertengkar sekarang kita main yang lain aja yuk .. yang penting teman - teman bisa main bersama, kalo PS khan cuma 2 orang, sementara kita khan 7 orang. Selain kematangan secara emosi pada umur anak - anak, mereka lebih kebal terhadap tekanan mental yang menimpa mereka, bisa terjadi karena secara continue mereka mendapatkan cara asuh yang benar, mereka mampu menempatkan diri secara wajar dalam segala situasi, bahkan terlihat berwibawa dikalangan anak - anak.

Dewasa dengan egostate anak. Kebayang gak sih orang berusia sekitar 28 tahun tapi tingkahnya kaya anak SMP, masih sering urakan, masih sering cari perhatian, masih sering bertingkah laku seenaknya sendiri seperti tidak sadar kalau dia sudah besar.. perilakunya nyaris seperti anak usia belasan tahun, dalam bertutur dan berperilaku masih seperti anak ABG yang demen istilah gaul, memakai aksesoris gaul, jangankan diajak debat, diajak diskusi pasti pengen menang sendiri, maklum anak - anak. Dewasa dengan egostate dewasa, alias sesuai dengan porsinya, tidak mudah terpancing emosi tapi juga belum begitu bijak, dalam melakukan segala hal masih menggunakan logika dan akal sehat belum dengan olah jiwa dan olah rasa, Segala hal dilihat dengan rasionalisasi. Bahkan untuk perbuatan buruk sekalipun akan dirasionalisasi sebagai kebenaran.

Dewasa sebagai orang tua, dalam usia muda sudah bisa menuntun orang lain menuju ke arah yang lebih baik, bisa karena kedalaman ilmu, bisa pula karena ketinggian dari filosofi yang dia pahami, bisa terbentuk karena pengalaman hidup dan interaksi dengan orang - orang yang bijaksana. Dengan penuh pertimbangan semua ucapan dan perilaku dia lakukan dengan sangat hati - hati, bahkan dia memegang pepatah jawa, digdoyo tanpo aji, menang tanpo ngasorake dan nglurug tanpo bolo atau menang tanpa ilmu tenaga dalam, menang tanpa harus mengalahkan, dan mendatangi musuh tanpa banyak teman.

Orang tua dengan egostate anak, wah ini jelas bahaya, bisa rebutan acara televisi dengan anaknya, rebutan pergi ke kamar mandi dengan anak, bahkan jika anak berani mengambil makan duluan bisa dihukum gak boleh makan. Orang tua egostate dewasa bertingkah lebih tenang tapi masih belum bijak, sering melakukan segalanya dengan pertimbangan rasio dan akal sehat jika anaknya mencintai seseorang maka latar belakang pekerjaan selalu menjadi bahan kajian utama, keturunan kyai atau keturunan preman diperhatikan dengan seksama. Orang tua yang beregostate orang tua maka ini adalah pemimpin dalam segala situasi, jangankan marah. Ketika segala sesuatu tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan maka dia akan menyusun rencana bagaimana mengubah kejadian tersebut agar menjadi lebih baik, jangan harap orang tua dengan egostate orang tua menyalahkan orang lain. Dengan kebijaksanaan dan kematangan berfikirnya maka dia mampu menyelesaikan masalah tanpa masalah. Jika anda menemukan seorang ulama besar karismatik maka dia berada dalam orang tua dengan egostate orang tua. Apakah anda sudah sadar di posisi mana anda berada?

Semoga bermanfaat ;) 
Salam Konselor Indonesia...
#Meraih Cita dan Cinta#