MATA KULIAH PROFES BK
Edisi: 8 April 2015
PART 1
PART 1
Ekspektasi Kinerja Konselor Tidak Sama dengan Kinerja Guru
BAB I
PENDAHULUAN
Ekspektasi kinerja lulusan program
pendidikan profesional termasuk lulusan Program Pendidikan Profesional Konselor
Pra-jabatan, lazim diejawantahkan dalam bingkai profesionalisasi. Dengan kata
lain, profesionalisasi suatu bidang layanan ahli termasuk layanan ahli di
bidang bimbingan dan konseling menandakan adanya (a) pengakuan dari masyarakat
dan pemerintah bahwa kegiatannya merupakan layanan unik yang (b) didasarkan
atas keahlian yang perlu dipelajari secara sistematis dan bersungguh-sungguh
serta memakan waktu yang cukup panjang, sehingga (c) pengampunya diberikan
penghargaan yang layak, dan (d) untuk melindungi kemaslahatan pemakai layanan,
otoritas publik dan organisasi profesi, dengan dibantu oleh masyarakat
khususnya pemakai layanan, wajib menjaga agar hanya pengampu layanan ahli yang
kompeten yang mengedepankan kemaslahatan pemakai layanan, yang diizinkan
menyelenggarakan layanan ahli kepada masyarakat.
Pada gilirannya ini berarti bahwa,
secara konseptual terapan layanan ahli termasuk layanan ahli bimbingan dan
konseling itu selalu merupakan pengejawantahan seni yang berpijak pada landasan
akademik yang kokoh (Gage, 1978). Penggunaan kerangka pikir seni yang berbasis
penguasaan akademik yang kokoh atau seni yang berbasis saintifik ini penting
digarisbawahi karena dalam penyelenggaraan layanan ahli di setiap bidang
perbantuan atau pemfasilitasian (the helping professions). Seorang
pengampu layanan ahli, tidak terkecuali konselor, selalu berpikir dan bertindak
dalam bingkai filosofik yang khas yang dibangunnya sendiri dengan
mengintegrasikan apa yang diketahui dari hasil penelitian dan pendapat ahli
dalam kawasaan keahliannya itu dengan apa yang dikehendaki oleh dirinya yang
bisa sejalan akan tetapi juga bisa tidak sejalan dengan yang dikehendaki oleh masyarakat
(pilihan nilai). Bingkai filosofik ini akan membentuk suatu wawasan atau worldview
yang selalu mewarnai cara seorang konselor melihat dirinya, melihat
tugasnya, melihat konseli yang hendak dilayaninya, pendeknya cara seorang
konselor melihat dunianya (Corey, 2001). Dengan kata lain, dalam pelaksanaan
tugasnya sebagai pengampu layanan ahli itu seorang konselor selalu
mempersandingkan caranya merasa, berpikir dan bertindak dengan pemahamannya
tentang cara konseli yang hendak dilayaninya itu merasa, berpikir dan bertindak
karena, setiap perjumpaan konseling pada dasarnya merupakan suatu perjumpaan
budaya antara budaya konselor dengan budaya konseli (lihat kembali
Hogan-Garcia, 2003; Smardon, 2005; Wulf, C. 1998). Ini berarti bahwa, seorang
konselor profesional tidak akan menyarankan kepada konseli yang tengah
dilayaninya itu, rujukan dan proses penataan diri yang tidak akan anut,
seandainya saran yang serupa ditujukan kepada dirinya (lihat kembali Corey,
2001). Dalam kaitan ini, sampai dengan batas tertentu, berhubung dengan
kesamaannya sebagai penyelenggara layanan ahli di bidang perbantuan atau
pemfasilitasian sebagaimana telah dikemukakan, pembentukan wawasan yang
digambarkan di atas itu terlihat kesejalanannya dengan pembentukan wawasan di
bidang layanan ahli keguruan.
Penyelenggaraan layanan ahli
keguruan juga membutuhkan topangan saintifik yang solid yang digunakan
untuk membangun wawasan kependidikan guru (the scientific basis of the art
of teaching (Gage, 1978; Raka Joni, 1983) yang memayungi ketangkasan
mereaksi secara kontekstual (mind competence, Nelson-Jones, 2001) yang
selalu diejawantahkan dalam unjuk kerja dalam menggelar pembelajaran yang
mendidik yang ditampilkan oleh tiap guru yang profesional. Akan tetapi
disamping kesamaannya itu, juga terdapat ciri khas dari tiap tahapan
kontekstual tiap bidang layanan ahli tersebut sehingga, meskipun sebagai
kemampuan, sosoknya sama yaitu mengedepankan kemaslahatan pengguna layanan,
akan tetapi berbeda dari segi rujukan normatif yang digunakan sehingga bersifat
khas untuk tiap konteks layanan ahli.
BAB II
ISI
A.
DEFINISI EKSPEKTASI KINERJA
Secara Etimologis, kata
ekspektasi berasal dari kata “expectation” dalam bahasa Inggris yang
berarti harapan/pengharapan. Berdasarkan wikipedi.com, ekspektasi adalah “what is
considered the most likely to happen. An expectation, which is a belief that
is centred on the future, may or may
not be realistic. A less advantageous result gives rise to the emotion of disappointment. If
something happens that is not at all expected it is a surprise. An
expectation about the behavior or performance of
another person, expressed to that person, may have the nature of a strong
request, or an order.” Dengan kata
lain, ekspektasi adalah apa yang dianggap
paling mungkin terjadi, yang merupakan kepercayaan yang berpusat pada masa
depan, realistis atau mungkin tidak realistis
tentang perilaku atau kinerja seseorang yang
sifatnya tuntutan, atau suatu perintah.
Pada pengertian ekspektasi di atas
terdapat kata “kinerja”. Oleh karena itu, kinerja menurut, John Whitmore (1997 : 104) merupakan “pelaksanaan
fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, suatu perbuatan, suatu prestasi,
dan Faustino Cardosa Gomes dalam A.A. Anwar
Prabu Mangkunegara, (2005: 9) mengemukakan definisi kinerja sebagai ungkapan
seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan
produktivitas.
B.
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR TIDAK SAMA DENGAN KINERJA GURU
Dalam kaitan dengan ekspektasi
kinerja konselor yang tidak sama dengan kinerja guru, yang keduanya merupakan
pendidik yang diperjelas dengan pengertian pendidik berdasarkan dalam Pasal 1
Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003, yang
menyatakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Terkait dengan
penjelasan diatas maka, SK Mendikbud No. 25/O/1995 yang merujuk kepada SK
Menpan No. 84/1993 menegaskan adanya empat jenis guru, yaitu:
1.
Guru kelas
adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh
dalam proses belajar mengajar seluruh mata pelajaran di kelas tertentu di TK,
SD, SDLB dan SLB tingkat dasar, kecuali mata pelajaran pendidikan jasmani dan
kesehatan serta agama.
2.
Guru mata
pelajaran adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak
secara penuh dalam proses belajar mengajar pada satu mata pelajaran tertentu di
sekolah.
3.
Guru praktik
adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh
dalam proses belajar mengajar pada kegiatan praktek di sekolah kejuruan atau
balai latihan pendidikan teknik.
4.
Guru
pembimbing adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak
secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta
didik.
Sebutan guru pembimbing ini diganti
dengan “guru bimbingan dan konseling atau konselor” yang terdapat di
dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru, dan diperkuat dengan
Permendiknas No. 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Konselor.
Berdasarkan uraian di atas maka,
penulis dapat membuat perbedaan antara ekspektasi kinerja Konselor dan
Ekspektasi Kinerja Guru pada umumnya yang terdapat pada tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1
Perbedaan Ekspektasi Kinerja
Konselor dengan Ekspektasi Kinerja Guru
SUMBER
|
EKSPEKTASI KINERJA
KONSELOR
|
EKSPEKTASI KINERJA
GURU
|
ABKIN,
Krisis Identitas
Profesi Konselor
|
Tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai
konteks layanan bimbingan dan koseling yang memandirikan.
|
Menggunakan materi pembelajaran sebagai
konteks layanan Pembelajaran yang mendidik.
|
SK MENPAN NO. 84/1993.
TENTANG JABATAN FUNGSIONAL GURU DAN ANGKA KREDITNYA
|
Menyusun program bimbingan, melaksanakan program
bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan
bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik
yang menjadi tanggung jawabnya.
|
Menyusun program pengajaran, menyajikan program
pengajaran, evaluasi belajar serta menyusun program perbaikan dan pengayaan
terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawab
|
PASAL 1
KEPUTUSAN BERSAMA
MENDIKBUD DAN BAKN
NOMOR 0433/P/1993
NOMOR 25 TAHUN 1993
TENTANG
JUKLAK JABATAN
FUNGSIONAL GURU DAN ANGKA KREDITNYA
|
Penyusunan program bimbingan dan konseling adalah
membuat rencana pelayanan bimbingan dan koseling dalam bidang pembiayaan
pribadi/bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan kerier.
Pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah melakukan
fungsi pelayanan pemahaman, pencegahan, pengentasan, pemeliharaan dan
perbaikan dan pengembangan dalam bidang bimbingan pribadi/bimbingan sosial,
bimbingan belajar dan bimbingan karier.
Evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah
menilai keberhasilan layanan bimbingan dan konseling dalam bidang bimbingan
pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier.
Analisis hasil evaluasi pelaksanaan bimbingan dan
konseling adalah menelaah hasil evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling
yang mencakup layanan, orientasi, penempatan dan penyaluran, konseling
perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok dan bimbingan
pembelajaran, serta kegiatan pendukungnya.
Tindak lanjut pelaksanaan bimbingan dan konseling
adalah kegiatan menindak lanjuti hasil analisis evaluasi tentang layanan
orientasi, penempatan, dan penyaluran, konseling perorangan, bimbingan
kelompok, konseling kelompok dan bimbingan pembelajaran serta kegiatan
pendukungnya.
|
Penyusunan program pengajaran atau praktek adalah
perencanaan kegiatan belajar mengajar yang meliputi perencanaan tahunan
perencanaan catur wulan, dan perencanaan yang dituangkan dalam bentuk
persiapan mengajar atau persiapan praktik.
Penyajian program pengajaran atau praktek adalah
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar atau kegiatan praktek berdasarkan rencana
yang tertuang dalam persiapan mengajar atau persiapan praktek.
Evaluasi belajar atau praktek adalah penilaian
proses dan hasil belajar dalam rangka memperoleh informasi proses dan hasil
belajar.
Analisis hasil evaluasi belajar atau praktek adalah
kegiatan mengolah dan menafsirkan informasi proses dan hasil belajar
untuk mengetahui tingkat keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
Penyusunan dan pelaksanaan program perbaikan dan
pengayaan adalah upaya yang dilakukan guru untuk memperbaiki sebagian atau
seluruh kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik yang belum mencapai
tingkat penguasaan yang ditetapkan dan bagi peserta didik yang sudah mencapai
tingkat penguasaan yang ditetapkan, diberi kesempatan untuk mendalami materi
pengajaran tertentu.
|
ABKIN,
Alur Pikir Pendidikan
Profesional Konselor Dan Layanan Bimbingan Dan Konseling Dalam Jalur
Pendidikan Formal.
|
Melayani konseli normal dan sehat, menggunakan
rujukan “layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan”, sesuai dengan
tuntutan realisasi diri (self realization) konseli melalui fasilitasi
perkembangan kapasitasnya secara maksimal (capacity development).
Meliputi kondisi pribadi klien misalnya penyesuaian
diri, sikap, dan kebiasaan belajar, informasi dan pilihan karier, dsb
|
Menggunakan mata pelajaran sebagai konteks terapan
layanannya, menggunakan rujukan normatif “pembelajaran yang mendidik” yang
terfokus pada layanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhan
peserta didik dalam proses pembudayaan sepanjang hayat dalam suasana
pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dialogis, dan dinamis menuju
pencapaian tujuan utuh pendidikan.
Meliputi memberikan mata pelajaran bidang studi
seperti mata pelajaran IPA, kimia, dll.
|
Ditjen PMPTK, 2007.
Rambu-Rambu
Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akdemik). Jakarta
|
Ukuran keberhasilan:
Ø
Ø Kemandirian dalam kehidupan
Ø Lebih bersifat
kualitatif yang unsur-unsurnya saling terkait ipsatif (karakter
individu)
Pendekatan Umum adalah pengenalan
diri dan lingkungan oleh Konseli dalam rangka pengatasan masalah pribadi,
sosial, belajar dan karier.
Perencanaan tindak intervensi: Kebutuhan
pengembangan diri ditetapkan dalam proses transaksional konseli yang
difasilitasi konselor.
|
Ukuran keberhasilan:
Ø
Pencapaian Standar Kompetensi Lulusan
Ø Lebih bersifat kuantitatif
Pendekatan umum yang digunakan adalah
pemanfaatan Instructional Effects & Nurturant Effects melalui
pembelajaran.
Perencanaan tindak intervensi: Kebutuhan belajar
ditetapkan dulu untuk ditawarkan pada peserta didik.
|
C. EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR DIKAITKAN DENGAN JENJANG PENDIDIKAN
Perbedaan rentang usia
peserta didik pada tiap jenjang memicu tampilnya kebutuhan pelayanan bimbingan
dan konseling yang berbeda-beda pada tiap jenjang pendidikan. Batas ragam
kebutuhan antara jenjang yang satu dengan jenjang yang lainnya tidak terbedakan
sangat tajam. Dengan kata lain, batas perbedaan antar jenjang tersebut lebih
merupakan suatu wilayah. Di pihak lain, perbedaan yang lebih signifikan, juga
tampak pada sisi lain pengaturan birokratik, seperti misalnya di Taman
Kanak-kanak sebagian besar tugas konselor ditangani langsung oleh guru kelas
taman kanak-kanak. Sedangkan di jenjang sekolah dasar, meskipun memang ada
permasalahan yang memerlukan penanganan oleh konselor, namun cakupan
pelayanannya belum menjustifikasi untuk ditempatkannya konselor di setiap
sekolah dasar, sebagaimana yang diperlukan di jenjang sekolah menengah. Berikut
ini digambarkan secara umum perbedaan ciri khas ekspektasi kinerja konselor di
tiap jenjang pendidikan.
a. Jenjang Taman Kanak-kanak (TK)
Di jenjang Taman
Kanak-kanak di tanah air tidak ditemukan posisi struktural bagi konselor. Pada
jenjang ini fungsi bimbingan dan konseling lebih bersifat preventif dan developmental.
Secara pragmatik, komponen kurikulum pelaksanaan dalam bimbingan konseling yang
perlu dikembangkan oleh konselor jenjang Taman Kanak-kanak membutuhkan alokasi
waktu yang lebih besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh siswa pada
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebaliknya, pada jenjang Taman
Kanak-kanak komponen perencanaan individual student planning (yang
terdiri dari : pelayanan appraisal, advicement transition planning)
dan pelayanan responsive services, (yang berupa pelayanan konseling dan
konsultasi) memerlukan alokasi waktu yang lebih kecil. Kegiatan konselor di
jenjang Taman Kanak-kanak dalam komponen responsive services,
dilaksanakan terutama untuk memberikan layanan konsultasi kepada guru dan orang
tua dalam mengatasi perilaku-perilaku mengganggu (disruptive) siswa
Taman Kanak-kanak.
b. Jenjang Sekolah Dasar (SD)
Sampai saat ini, di
jenjang Sekolah Dasar-pun juga tidak ditemukan posisi struktural untuk
konselor. Namun demikian sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik usia
sekolah dasar, kebutuhan akan pelayanannya bukannya tidak ada meskipun tentu
saja berbeda dari ekspektasi kinerja konselor di jenjang sekolah menengah dan
jenjang perguruan tinggi. Dengan kata lain, konselor juga dapat berperan serta
secara produktif di jenjang sekolah dasar, bukan dengan memposisikan diri
sebagai fasilitator pengembangan diri peserta didik yang tidak jelas posisinya,
melainkan dengan memposisikan diri sebagai Konselor Kunjung yang
membantu guru sekolah dasar mengatasi perilaku menganggu (disruptive
behavior), antara lain dengan pendekatan direct behavioral consultation.
Setiap gugus sekolah dasar diangkat 2 (dua) atau 3 (tiga) konselor untuk
memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
Di Amerika, Konselor
sekolah pada SD menyediakan layanan individu, kelompok kecil, dan layanan kelas
bimbingan kepada siswa. Konselor mengamati anak-anak selama kegiatan kelas
dan bermain. Konselor berunding dengan para guru dan orang tua untuk
mengevaluasi kekuatan anak-anak, masalah, atau kebutuhan khusus yang mereka
perlukan. Dalam hubungannya dengan guru dan administrator, Konselor
memastikan bahwa kurikulum akademik sesuai dengan kebutuhan perkembangan
siswa.
c.
Jenjang Sekolah Menengah (SMP dan SMA)
Secara hukum, posisi
konselor (penyelenggara profesi pelayanan bimbingan dan konseling) di tingkat
sekolah menengah telah ada sejak tahun 1975, yaitu sejak diberlakukannya
kurikulum bimbingan dan konseling. Dalam sistem pendidikan Indonesia, konselor
di sekolah menengah mendapat peran dan posisi/ tempat yang jelas. Peran
konselor, sebagai salah satu komponen student support services, adalah
men-suport perkembangan aspek-aspek pribadi, sosial, karier, dan
akademik peserta didik, melalui pengembangan program bimbingan dan konseling
pembantuan kepada peserta didik dalam individual student planning, pemberian
pelayanan responsive, dan pengembangan system support. Pada
jenjang ini, konselor menjalankan semua fungsi bimbingan dan konseling. Setiap
sekolah menengah idealnya diangkat konselor dengan perbandingan 1 : 100.
d. Jenjang Perguruan Tinggi
Meskipun secara
struktural posisi konselor Perguruan Tinggi belum tercantum dalam sistem
pendidikan di tanah air, namun bimbingan dan konseling dalam rangka men-support
perkembangan personal, sosial akademik, dan karier mahasiswa dibutuhkan. Sama
dengan konselor pada jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar,
Sekolah Menengah untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum
pelayanan dasar bimbingan dan konseling, individual student planning,
responsive services, serta system support. Namun, alokasi waktu
konselor perguruan tinggi lebih banyak pada pemberian bantuan individual
student career planning dan penyelenggaraan responsive services.
Setiap perguruan tinggi menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling
melalui suatu unit yang ditetapkan pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan.
Konselor sekolah di
semua tingkat membantu siswa untuk memahami dan menangani masalah-masalah
sosial, perilaku, dan pribadi. Ini konselor menekankan pencegahan dan
pengembangan untuk meningkatkan pertumbuhan pribadi, sosial, dan akademis siswa
serta untuk melengkapi siswa dengan kecakapan hidup yang diperlukan untuk
menangani masalah. Konselor menyediakan layanan khusus, termasuk program
pencegahan alkohol dan obat-obatan dan resolusi konflik. Konselor juga
mencoba untuk mengidentifikasi kasus-kasus kekerasan rumah tangga dan masalah
keluarga lainnya yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa.
Konselor berinteraksi
dengan siswa secara individu, dalam kelompok kecil, atau sebagai seluruh
kelas. Mereka berkonsultasi dan bekerja sama dengan orang tua, guru,
administrator sekolah, psikolog sekolah, profesional medis, dan pekerja sosial
untuk mengembangkan dan menerapkan strategi untuk membantu siswa berhasil.
D. EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR TIDAK SAMA DENGAN HELPING PROFESSION YANG LAIN.
a. Psikiater
Psikiater adalah seorang
dokter yang menerima pelatihan tambahan dalam bidang psikologi dan kesehatan
mental. Seorang psikiater menyelesaikan sekolah kedokteran serta tambahan
empat tahun pendidikan. Psikiater dilatih untuk mendiagnosa kondisi
psikologis dengan menggunakan berbagai tes psikologi dan mengobati pasien dari
segala usia. Psikiater menggunakan obat-obatan (dapat memberikan resep obat)
dan menggunakan terapi untuk merawat dan menangani pasien.
b. Psikolog
Seorang psikolog adalah
seorang profesional yang memiliki gelar PhD (di Amerika). Seorang psikolog
telah menyelesaikan antara 6 sampai 8 tahun pendidikan, magang yang tersupervisi
selama satu tahun, serta lulus ujian profesional. Biasanya, seorang
psikolog telah menyelesaikan pendidikannya di salah satu bidang spesialisasi:
psikologi klinis, psikologi konseling, neuropsikologi, atau psikologi
pendidikan. Walaupun psikolog dilatih untuk menangani semua orang dengan
kondisi gangguan psikologis, mereka diwajibkan untuk menangani pasien/klien
hanya pada bidang di mana merupakan spesialisasi mereka. Psikolog secara
formal dapat mendiagnosis kondisi psikologis pasien dengan menggunakan tes
psikologi serta menggunakan teknik terapi untuk menyembuhkan kondisi
klien/pasien, namun mereka tidak dapat memberikan resep obat.
c.
Pekerja Sosial
Seorang pekerja sosial
adalah seorang profesional yang memiliki pendidikan setingkat Magister di
bidang pekerjaan sosial (2 tahun di sekolah pascasarjana). Para pekerja
sosial menawarkan layanan terapi, tetapi mereka tidak mendiagnosa kondisi
psikologis atau memberikan resep obat.
d. Konselor
Konselor adalah seorang
profesional yang menawarkan jasa terapi. konselor Kebanyakan memiliki
gelar master (misalnya, psikologi, konseling, dan pendidikan) serta kursus
tambahan di bidang yang menjadi spesialisasi mereka (misalnya, kecanduan,
perkawinan, sekolah, rehabilitasi, karier, dll). Konselor dapat
menyediakan layanan terapi, tetapi mereka tidak dapat mendiagnosa kondisi
psikologis, khususnya dapat melakukan diagnosa psikologis awal dari klien atau
konseli yang dilayani berupa mendiagnosa kesulitan belajar, kemampuan akademik,
minat, bakat, dll. Namun konselor tidak dapat menggunakan tes psikologi yang
berbentuk “tes proyektif” dalam mendiagnosa kondisi psikologis klien atau
konseli yang dilayani, dan juga konselor tidak dapat memberikan resep obat.
Kualifikasi akademik konselor dalam
satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008
Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Konselor adalah:
1)
Sarjana
pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling, yang bermuara pada
penganugerahan ijazah akademik Sarjana Pendidikan (S.Pd) bidang Bimbingan dan
Konseling
2)
Berpendidikan
profesi konselor. yang berorientasi pada pengalaman dan kemampuan praktik
lapangan, dan tamatannya memperoleh sertifikat profesi bimbingan dan konseling
dengan gelar profesi Konselor, disingkat Kons.
e.
Psikoterapis
Psikoterapis adalah
seorang profesional yang menawarkan jasa terapi. Psikoterapis kebanyakan
memiliki gelar master (misalnya, psikologi, konseling, dan pendidikan) serta
kursus tambahan di bidang spesialisasi mereka (misalnya, terapi kognitif-behavior). Psikoterapis
dapat menyediakan layanan terapi, tetapi mereka tidak dapat mendiagnosa kondisi
psikologis atau memberikan resep obat. Perbedaan ekspektasi kinerja konselor
tidak sama dengan helping profession yang lain dapat dilihat pada
Tabel 2.2 di bahwa ini:
Tabel. 2.2
Perbedaan Ekspektasi
Kinerja Konselor Tidak Sama Dengan
Helping Profession Yang Lain
HELPING PROSESSION
|
Memberikan Resep Obat
|
Mendiagnosa Kondisi Psikologis
|
Menyediakan layanan terapi
|
PSIKIATER
|
√
|
√
|
√
|
PSIKOLOG
|
X
|
√
|
√
|
PEKERJA SOSIAL
|
X
|
X
|
√
|
KONSELOR
|
X
|
Tes Proyektif (X )
|
√
|
PSIKOTERAPIS
|
X
|
X
|
√
|
5. EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR SEKOLAH TIDAK SAMA DENGAN KONSELOR YANG LAIN
Konselor dirancang untuk
memberikan berbagai konseling, rehabilitasi, dan layanan pendukung. Tugas
mereka sangat bervariasi, tergantung pada kekhususnya. Konselor sering
dihadapkan dengan anak-anak, remaja, dewasa, atau keluarga yang bermasalah,
seperti gangguan kesehatan mental dan kebutuhan kecanduan, kecacatan dan
pekerjaan, masalah sekolah atau konseling karir kebutuhan, dan
trauma. Konselor harus mengenali isu-isu dalam rangka untuk menyediakan
klien mereka dengan konseling yang tepat.
a. Konselor Sekolah
Konselor sekolah
memberikan layanan individu dan kelompok meliputi karir, konseling pribadi,
sosial dan pendidikan. Konselor Sekolah membantu para pelajar dari semua
tingkatan, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Konselor Sekolah membantu
siswa mengevaluasi kemampuan mereka, minat, bakat, dan kepribadian untuk
mengembangkan bidang akademis dan karir secara realistis.
b. Konselor Karir
Konselor Karir, juga
disebut konselor kerja, biasanya memberikan konseling karir di luar lingkungan
sekolah. Fokus utama mereka adalah membantu individu dalam mengambil
keputusan karir. konselor Kejuruan mengeksplorasi dan mengevaluasi
pendidikan klien, pelatihan, riwayat pekerjaan, minat, keterampilan, dan
sifat-sifat kepribadian. Mereka mungkin menggunakan tes bakat untuk
membantu klien membuat keputusan karir. Mereka juga bekerja dengan
individu-individu untuk mengembangkan pekerjaan-pencarian mereka keterampilan
dan membantu klien dalam menemukan dan melamar pekerjaan. Selain itu, konselor
karir memberikan dukungan kepada orang yang mengalami kehilangan pekerjaan,
stres pekerjaan, atau masalah karir lainnya transisi.
c.
Konselor Rehabilitasi
Konselor rehabilitasi
membantu menangani orang dengan cacat fisik maupun emosional yang dibawa sejak
dari lahir, sakit atau penyakit, kecelakaan, atau penyebab lainnya. Mereka
mengevaluasi kekuatan dan keterbatasan individu, memberikan konseling pribadi,
menawarkan dukungan manajemen kasus, dan mengatur perawatan medis, pelatihan,
dan penempatan kerja. Konselor rehabilitasi mewawancarai baik individu
penyandang cacat dan keluarga mereka, mengevaluasi hasil akademis dan laporan
medis, dan mengkonsultasikan dengan dokter, psikolog, dan ahli terapi fisik,
dan okupasi untuk menentukan kemampuan dan keterampilan individu. Konselor
rehabilitasi mengembangkan program rehabilitasi individu dengan berunding
dengan klien. Program-program ini sering termasuk pelatihan untuk membantu
individu mengembangkan keterampilan kerja, menjadi bekerja, dan memberikan
kesempatan untuk terintegrasi dalam masyarakat.Rehabilitasi konselor dilatih
untuk mengenali dan untuk membantu mengurangi hambatan lingkungan dan
sikap. bantuan tersebut dapat mencakup penyediaan pendidikan, dan layanan
advokasi untuk individu, keluarga, dan lain-lain dalam
masyarakat. konselor Rehabilitasi bekerja ke arah peningkatan kapasitas
seseorang untuk hidup mandiri dengan memfasilitasi dan berkoordinasi dengan
penyedia layanan lainnya.
d. Konselor Kesehatan Mental
Konselor kesehatan
mental bekerja dengan individu, keluarga, dan kelompok untuk mengobati gangguan
mental dan emosional dan untuk meningkatkan kesehatan mental. Mereka
dilatih dalam berbagai teknik terapi yang digunakan untuk menangani
masalah-masalah seperti depresi, kecanduan, kecemasan, dan penyalahgunaan zat,
impuls, bunuh diri, stres, trauma, rendah diri, dan kesedihan.Mereka juga
membantu dengan masalah pekerjaan dan karir, keputusan pendidikan, masalah
kesehatan mental dan emosional, dan masalah hubungan interpersonal. Selain
itu, mereka mungkin terlibat dalam penjangkauan masyarakat, advokasi, dan
kegiatan mediasi. Beberapa mengkhususkan diri dalam memberikan pelayanan
kesehatan mental bagi orang tua. konselor kesehatan mental sering bekerja sama
dengan spesialis kesehatan mental lainnya, seperti psikiater, psikolog, pekerja
sosial klinis, perawat psikiatri, dan konselor sekolah.
e.
Konselor Penyalahgunaan Zat Dan Gangguan
Perilaku
Konselor penyalahgunaan
zat dan gangguan perilaku membantu orang yang memiliki masalah dengan alkohol,
narkoba, perjudian, dan gangguan makan. Konselor membantu mereka untuk
mengidentifikasi perilaku dan masalah-masalah yang berkaitan dengan kecanduan
mereka. Konseling dapat dilakukan secara individual, namun sering dilakukan
dalam pengaturan kelompok dan dapat meliputi konseling krisis, konseling harian
atau mingguan, atau drop-in mendukung konseling. Konselor dilatih untuk
membantu dalam mengembangkan program-program pemulihan pribadi yang membantu
untuk membentuk perilaku sehat dan memberikan strategi
penanggulangan. Seringkali, konselor ini juga akan bekerja dengan anggota
keluarga yang dipengaruhi oleh kecanduan orang yang mereka
cintai. Beberapa konselor melakukan program penjangkauan dan masyarakat yang
bertujuan untuk mencegah kecanduan dan mendidik masyarakat. Konselor harus
dapat mengenali bagaimana kecanduan mempengaruhi seluruh orang dan orang di
sekitar dia.
f.
Konselor Perkawinan Dan Keluarga.
Dalam melakukan
konseling perkawinan dan keluarga, konselor mengubah persepsi dan perilaku,
meningkatkan komunikasi dan pengertian antara anggota keluarga, dan membantu
untuk mencegah krisis keluarga. Konselor bekerja dengan individu,
keluarga, pasangan, dan kelompok. Konselor perkawinan dan keluarga fokusnya adalah pada melihat dan memahami gejala klien
dalam interaksi lingkungan yang ada. Konselor juga dapat membuat
rujukan kepada psikiatri, melakukan penelitian, melatih beberapa ketrampilan
dan melatih hubungan interpersonal.
BAB III
KESIMPULAN
Ekspektasi kinerja konselor tidak
sama dengan kinerja guru, walaupun keduanya merupakan pendidik yang terdapat
dalam Pasal 1 Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun
2003. Perbedaan yang paling krusial adalah dimana Konselor tidak menggunakan
materi pembelajaran sebagai konteks layanan bimbingan
dan koseling yang memandirikan, sedangkan Guru menggunakan materi pembelajaran
sebagai konteks layanan Pembelajaran yang mendidik.
Ekspektasi kinerja
konselor juga dibedakan atas jenjang pendidikan yang dilayani pada pendidikan
formal, mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah,
sampai pada Perguruan Tinggi yang masing-masing memiliki kebutuhannya
tersendiri. Ekspektasi kinerja konselor juga dapat dibedakan dengan helping
profession yang lain seperti: psikiater, psikolog, pekerja sosial, dan
psikoterapis yang masing-masing mempunyai ekspetkasi kinerja yang berbeda.
Namun demikian konselor
pun terbagi atas berbagai macam jenis konselor, yaitu konselor sekolah,
konselor kejuruan, konselor rehabilitasi, konselor kesehatan mental, konselor
penyalahgunaan zat dan gangguan perilaku serta konselor perkawinan dan
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Anxiety Disorders
Association of Ontario. 2010. Helping Professionals. (http://www.anxietydisordersontario.ca/professionals.html#2f), Online (diakses April 2015)
Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan
Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah
Akademik). Bandung: ABKIN.
Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia. 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan
Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik). Bandung: ABKIN.
Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia. 2008. Krisis Identitas Profesi Bimbingan dan Konseling.
Bandung: ABKIN.
Bureau of Labor Statistics. 2010. Occupational Outlook Handbook. (http://www.bls.gov/oco/ocos067.htm), Online (diakses April 2015)
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan
Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akdemik). Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional
Keputusan Bersama Menteri Pendidikan
Dan Kebudayaan Dengan Badan Administrasi Kepegawaian
Negara Nomor 0433/P/1993 Nomor 25 Tahun 1993 Pasal 1. Tentang
Juklak Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya. Jakarta
Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara. 1993. Surat Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur
Negara No. 84/1993. Tentang Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya. Jakarta:
Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan. 1995. Surat Keputusan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan No. 25. Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Menteri Pendidikan Nasional. 2008. Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Peraturan
Pemerintah No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Prayitno. 2008. Mengatasi
Krisis Identitas Profesi Konselor. Padang: Tidak diterbitkan.
Rizki. 2009. Jenis-jenis
Tes Psikologi. (http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/jenis-jenis-test-psikologi), Online (diakses April 2015)
Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Dibyo. 2013. Ekspektasi Kinerja Konselor. (https://bambangdibyo.wordpress.com/2013/03/24/ekspektasi-kinerja-konselor/),
Online (diakses April 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar