MATA KULIAH KONSELING KESEHATAN
EDISI: 13 APRIL 2015
PENYAKIT
TBC
MATA KULIAH
KONSELING KESEHATAN
DOSEN:
Aniek Wirastania, S.Pd. M.Pd.
NAMA ANGGOTA:
1. ERNI
AGUSTIN 11-500-0006
2. ASHRY
ROSIFA 11-500-0032
3. PUTRI
WIDIANINGRUM 11-500-0043
4. NURLIANA DEWI 11-500-0050
KELAS BK A1 2011
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kita panjatkan puja
dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat karunia-Nya kita dapat
menyelesaikan tugas ini yang alhamdulillah berjalan dengan lancar.
Semoga tugas yang kita buat ini bisa
bermanfaat bagi teman-teman semua dan menjadi masukan yang positif untuk
pembelajaran yang selanjutnya. Semoga dapat memperkaya khazanah pengetahuan dan
pengembangan wawasan teman-teman dalam memahami tentang mata kuliah ini.
Ucapan terima kasih kami sampaikan
kepada dosen kami yang turut memberikan sumbangan besar terhadap terciptanya
makalah ini dan kepada teman-teman yang telah bekerja sama mengerjakan makalah
ini sehingga terciptalah makalah ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan taufik
dan hidayahnya kepada kita.
Akhirnya “tiada gading yang tak
retak”, menyadari keterbatasan ilmu pengetahuan yang kami miliki, maka semakin
nampak kelemahannya. Kepada rekan-rekan sejawat yang berkenan memberikan kritiknya
kami mengucapkan terima kasih.
Surabaya,
April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR i
DAFTAR
ISI ii
PENDAHULUAN 1
ISI
A. Pengertian
Penyakit TBC 3
B. Gejala
dan Ciri-ciri Penderita TBC 4
C. Penyebab
Infeksi TBC 5
D. Pengobatan
Penyakit TBC 6
E. Konseling
Penderita TBC 7
PENUTUP
11
DAFTAR
PUSTAKA 12
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan salah
satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World
Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah
terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih merupakan
salah satu masalah kesehatan yang utama di dunia. Setiap tahun terdapat 9 juta
kasus baru dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta manusia. Di semua negara
telah terdapat penyakit ini, tetapi yang terbanyak di Afrika sebesar 30%, Asia
sebesar 55%, dan untuk China dan India secara tersendiri sebesar 35% dari semua
kasus tuberkulosis.(Universitas Sumatera Utara)
Laporan WHO (global reports 2010),
menyatakan bahwa pada tahun 2009 angka kejadian TB di seluruh dunia sebesar 9,4
juta (antara 8,9 juta hingga 9,9 juta jiwa) dan meningkat terus secara perlahan
pada setiap tahunnya dan menurun lambat seiring didapati peningkatan per
kapita. Prevalensi kasus TB di seluruh dunia sebesar 14 juta (berkisar 12 juta
sampai 16 juta). Jumlah penderita TB di Indonesia mengalami penurunan, dari
peringkat ke tiga menjadi peringkat ke lima di dunia, namun hal ini dikarenakan
jumlah penderita TB di Afrika Selatan dan Nigeria melebihi dari jumlah
penderita TB di Indonesia. Estimasi prevalensi TB di Indonesia pada semua kasus
adalah sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per
tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahun. Selain
itu, kasus resistensi merupakan tantangan baru dalam program penanggulangan TB.
Pencegahan meningkatnya kasus TB yang resistensi obat menjadi prioritas
penting. (Universitas Sumatera Utara)
Laporan WHO tahun 2007 menyatakan
persentase resistensi primer di seluruh dunia telah terjadi poliresistensi
17,0%, monoresistensi terdapat 10,3%, dan Tuberculosis - Multidrug Resistant
(TB-MDR) sebesar 2,9 %. Sedangkan di Indonesia resistensi primer jenis MDR
terjadi sebesar 2%. Kontak penularan M. tuberculosis yang telah
mengalami resistensi obat akan menciptakan kasus baru penderita TB yang
resistensi primer, pada akhirnya mengarah pada kasus multi-drug resistance (MDR).
Ketika dilaporkan adanya beberapa kasus resistensi obat TB di beberapa wilayah
di dunia hingga tahun 1990-an, masalah resistensi ini belum dipandang sebagai
masalah yang utama. Penyebaran TB-MDR telah meningkat oleh karena lemahnya
program pengendalian TB, kurangnya sumber dana dan isolasi yang tidak adekuat,
tindakan pemakaian ventilasi dan keterlambatan dalam menegakkan diagnosis suatu
TB-MDR. (Universitas Sumatera Utara)
Rao dan kawan-kawan di Karachi-Pakistan pada tahun
2008, melakukan penelitian resistensi primer pada penderita tuberkulosis paru
kasus baru. Didapatkan dengan hasil pola resisten sebagai berikut: resistensi
terhadap Streptomisin sebanyak 13 orang (26%), Isoniazid 8 orang (16%),
Etambutol 8 orang (16%), Rifampisin 4 orang (8%) dan Pirazinamid 1 (0,2%).
Sedangkan di Indonesia TB-MDR telah diperoleh sebanyak 2 orang (0,4%) pasien.
Angka resistensi/TB-MDR paru dipengaruhi oleh kinerja program penanggulangan
TBC parudi kabupaten setempat/kota setempat terutama ketepatan diagnosis
mikroskopik untuk menetapkan kasus dengan BTA (+), dan penanganan kasus
termasuk peran Pengawas Menelan Obat (PMO) yang dapat berpengaruh pada tingkat
kepatuhan penderita untuk minum obat. Faktor lain yang mempengaruhiangka
resistensi/ MDR adalah ketersediaan OAT yang cukup dan berkualitas ataupun
adanya OAT yang digunakan untuk terapi selain TBC. (Universitas Sumatera Utara)
Semakin jelas bahwa kasus resistensi merupakan masalah
besar dalam pengobatan pada masa sekarang ini. WHO memperkirakan terdapat 50
juta orang di dunia yang telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis yang
telah resisten terhadap OAT dan dijumpai 273.000 (3,1%) dari 8,7 juta TB kasus
baru pada tahun 2000. Berdasarkan wilayah administratif di Indonesia, Provinsi
Jawa Timur menempati urutan ke 8 angka temuan kasus TBC paru terbesar tahun
2007, meskipun belum mencapai target yang ditetapkan. Sebaran angka temuan
kasus tersebut yaitu DKI Jakarta(88,14%), Sulawesi Utara (81,36%), Banten (74,62%),
Jawa Barat (67,57%), Sumatra Utara (65,48%), Gorontalo (62,15%), Bali (61,39%),
Jawa Timur (59,83%), DI Yokyakarta (53,23%), Sumatra Barat (51,36%) (Depkes RI,
2007). (Universitas Sumatera Utara)
ISI
A. PENGERTIAN PENYAKIT TBC
Tuberkulosis
(tuberculosis) atau yang biasa disebut dengan TBC adalah penyakit menular yang
umum dan banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit infeksi saluran pernafasan
ini disebabkan oleh mycobakteria umumnya mycobakterium tuberculosis disingkat
Mtb atau Mtbc. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
diperlukan waktu yang lama untuk pengobatannya. 90% tuberculosis biasanya
menyerang paru-paru, namun bisa berdampak pada bagian tubuh yang lain.
Tuberculosis menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi TB aktif
batuk, bersin atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui udara. Infeksi TB umumnya
bersifat asimtomatik dan laten. Namun hanya satu dari sepuluh kasus infeksi
laten yang berkembang menjadi penyakit aktif. Bila tuberculosis tidak diobati
lebih dari 50% orang yang terinfeksi bisa meninggal.
Tuberculosis
merupakan penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Hingga sampai
saat ini belum ada satu negarapun yang bebas TBC. Angka kematian dan kesakitan
akibat mycobacterium tuberculosis inipun tinggi. Tingkat prevalensi penderita
TBC di Indonesia diperkirakan sebesar 289 per 100 ribu penduduk dan insidensi
sebesar 189 per 100 ribu penduduk. Bahkan 27 dari 1.000 penduduk terancam
meninggal seperti yang dilaporkan Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang dihimpun
sepanjang 2011 mengenai tuberkulosis (TBC) di Indonesia. Laporan tersebut juga
meliris bahwa angka penjaringan penderita baru TBC meningkat 8,46 persen dari
744 penderita TBC di 2010 menjadi 807 per 100.000 penduduk di 2011. Namun,
kabar baiknya angka kesembuhan pada 2011 mencapai target sebesar 83,7 persen
dan angka keberhasilan pengobatan pada 2011 mencapai target sebesar 90,3
persen.
B.
GEJALA
DAN CIRI-CIRI ORANG TERKENA PENYAKIT TBC
TBC merupakan penyakit yang di timbulkan
dari sebuah virus atau bakteri Mycobacterium tuberculosis. Jenis penyakit ini
sangat mudah menular yang akan menyerang sistem pernapasan dan paru-paru bagi
orang yang mengidapnya. Penyakit TBC juga salah satu penyakit yang cukup
memakan korban kematian menurut KKBN, sehingga ini yang membuat pemerintah
serius dalam menghadapi penyakit yang satu ini. Selain itu penyakit TBC juga
akan menyerang beberapa organ tubuh lainnya di antara lain tulang, usus,
kelenjar getah bening, bahkan otak. Penyakit TBC tidak akan menyerang orang
yang memiliki tubuh sehat dan sistem kekebalan tubuh yang baik, biasanya TBC
akan menyerang orang yang kurang asupan gizi yang hidup di sekitar lingkungan
kotor. Namun Anda bisa saja tertular karena sering berinteraksi dengan orang
yang mengidap penyakit TBC, oleh karena itu Anda harus tetap waspada untuk
mencegah timbulnya penyakit TBC ini.
Penderita yang terserang basil tersebut
biasanya akan mengalami demam tapi tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama,
biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan
demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Gejala lain, penurunan
nafsu makan dan berat badan, batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat
disertai dengan darah), perasaan tidak enak (malaise), dan lemah. Agar
bisa mengantisipasi penyakit ini sejak dini, berikut gejala-gejala penyakit
tuberculosis yang perlu Anda ketahui. Gejala utamanya adalah batuk terus-menerus
dan berdahak selama tiga pekan atau lebih. Dan gejala tambahan yang sering
dijumpai Dahak bercampur darah/batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri pada
dada, demam/meriang lebih dari sebulan, berkeringat pada malam hari tanpa
penyebab yang jelas, badan lemah dan lesu, nafsu makan menurun dan terjadi
penurunan berat badan. Sebenarnya untuk mengetahui orang yang terkena penyakit
TBC tidak begitu sulit, gejala awal yang dapat dirasakan adalah tubuh terasa
malas dan lemas kemudian menimbulkan demam pada malam hari di sertai dengan
keringat, biasanya demam ini disertai flu yang kadang hilang kemudian muncul
kembali.
Tanda dan ciri yang mudah untuk
diketahui saat orang terkena TBC biasanya selalu berkeringat di malam hari
tanpa penyebab sesuatu yang jelas. Sebaiknya Bagi Anda yang telah mengetahui
ciri-ciri di atas ada baiknya segera periksakan diri Anda ke Dokter, mengingat
penyakit TBC akan semakin parah jika tidak ditangani secepatnya. Karena jika
tidak ditangani secara serius maka virus tersebut akan menyerang organ tubuh
yang lain seperti tulang, otak, dan kelenjar getah bening, bahkan jika terlalu
lama di abaikan akan menyebabkan kematian. Biasanya pengobatan penyakit TBC ini
tidak akan sembuh dengan cepat, butuh waktu 6 hingga 9 bulan untuk proses penyembuhan.
C.
PENYEBAB
INFEKSI TBC
Penyakit ini diakibatkan infeksi kuman
mikobakterium tuberkulosis yang dapat menyerang paru, ataupun organ-organ tubuh
lainnya seperti kelenjar getah bening, usus, ginjal, kandungan, tulang, sampai
otak. TBC dapat mengakibatkan kematian dan merupakan salah satu penyakit
infeksi yang menyebabkan kematian tertinggi di negeri ini. Kali ini yang
dibahas adalah TBC paru. TBC sangat mudah menular, yaitu lewat cairan di
saluran napas yang keluar ke udara lewat batuk/bersin & dihirup oleh
orang-orang di sekitarnya. Tidak semua orang yang menghirup udara yang
mengandung kuman TBC akan sakit.
Pada orang-orang yang memiliki tubuh
yang sehat karena daya tahan tubuh yang tinggi dan gizi yang baik, penyakit ini
tidak akan muncul dan kuman TBC akan "tertidur". Namun,pada mereka
yang mengalami kekurangan gizi, daya tahan tubuh menurun/ buruk, atau
terus-menerus menghirup udara yang mengandung kuman TBC akibat lingkungan yang
buruk, akan lebih mudah terinfeksi TBC (menjadi 'TBC aktif') atau dapat juga
mengakibatkan kuman TBC yang "tertidur" di dalam tubuh dapat aktif
kembali (reaktivasi). Infeksi TBC yang paling sering, yaitu pada paru, sering
kali muncul tanpa gejala apa pun yang khas, misalnya hanya batuk-batuk ringan
sehingga sering diabaikan dan tidak diobati. Padahal, penderita TBC paru dapat
dengan mudah menularkan kuman TBC ke orang lain dan kuman TBC terus merusak
jaringan paru sampai menimbulkan gejala-gejala yang khas saat penyakitnya telah
cukup parah.
D.
PENGOBATAN
PENYAKIT TBC
Untuk mendiagnosis TBC, dokter akan
melakukan pemeriksaan fisik, terutama di daerah paru/dada, lalu dapat meminta
pemeriksaan tambahan berupa foto rontgen dada, tes laboratorium untuk dahak dan
darah, juga tes tuberkulin (mantoux/PPD). Pengobatan TBC adalah pengobatan
jangka panjang, biasanya selama 6-9 bulan dengan paling sedikit 3 macam obat. Kondisi
ini diperlukan ketekunan dan kedisiplinan dari pasien untuk meminum obat dan
kontrol ke dokter agar dapat sembuh total. Apalagi biasanya setelah 2-3 pekan meminum
obat, gejala-gejala TBC akan hilang sehingga pasien menjadi malas meminum obat
dan kontrol ke dokter. Jika pengobatan TBC tidak tuntas, maka
ini dapat menjadi berbahaya karena sering kali obat-obatan yang biasa digunakan
untuk TBC tidak mempan pada kuman TBC (resisten). Akibatnya, harus diobati
dengan obat-obat lain yang lebih mahal dan "keras". Hal ini harus
dihindari dengan pengobatan TBC sampai tuntas.
Pengobatan jangka panjang untuk TBC
dengan banyak obat tentunya akan menimbulkan dampak efek samping bagi pasien.
Efek samping yang biasanya terjadi pada pengobatan TBC adalah nyeri perut,
penglihatan/pendengaran terganggu, kencing seperti air kopi, demam tinggi,
muntah, gatal-gatal dan kemerahan kulit, rasa panas di kaki/tangan, lemas,
sampai mata/kulit kuning. Itu sebabnya penting untuk selalu menyampaikan efek
samping yang timbul pada dokter setiap kali kontrol sehingga dokter dapat
menyesuaikan dosis, mengganti obat dengan yang lain, atau melakukan pemeriksaan
laboratorium jika diperlukan. Pengobatan untuk penyakit-penyakit lain selama
pengobatan TBC pun sebaiknya harus diatur dokter untuk mencegah efek samping
yang lebih serius/berbahaya. Penyakit TBC dapat dicegah dengan cara: (1) Mengurangi
kontak dengan penderita penyakit TBC aktif; (2) Menjaga standar hidup yang
baik, dengan makanan bergizi, lingkungan yang sehat, dan berolahraga; (3) Pemberian
vaksin BCG (untuk mencegah kasus TBC yang lebih berat). Vaksin ini secara rutin
diberikan pada semua balita.
Perlu diingat bahwa mereka yang sudah
pernah terkena TBC dan diobati, dapat kembali terkena penyakit yang sama jika
tidak mencegahnya dan menjaga kesehatan tubuhnya.
E.
KONSELING
PENDERITA TBC
Konseling Pasien TB Dewasa adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan oleh konselor kepada pasien TBC agar
memperoleh pengertian lebih baik tentang dirinya dan penyakit yang dideritanya,
sehingga mampu mengambil atau membuat suatu keputusan atau memecahkan masalah
melalui pemahaman tentang fakta-fakta dan perasaan-perasaan yang terlibat di
dalamnya.
Konseling Pasien TB Anak adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan oleh konselor kepada orang tua/wali pasien TB
agar memperoleh pengertian yang lebih baik tentang diri pasien/orang tua/wali
pasien dan penyakit yang diderita pasien.
Hal-hal yang perlu dimiliki
oleh konselor:
1. Mempunyai
pengetahuan tentang standar penentuan diagnose penderita TBC, cara penyebaran
penyakit TBC, cara pencegahan penyakit TBC, program terapi pemyakit TBC.
2. Memiliki
sikap yang sopan, sabar dan empati,
3. Mampu
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti konseli ,
4. Menunjukkan
sikap ingin membantu konseli ,
5. Menciptakan
suasana lingkungan konseling yang nyaman,
6. Mampu
menjadi pendengar yang baik dalam menerima keterangan dari pasien.
Tempat Konseling
Ruang terpisah dengan ruangan lain agar
konseli merasa nyaman dan terjaga privasi pasien. Besar ruangan tergantung
jumlah konseli yang dilayani. Terdapat fasilitas peralatan yang cukup memadai
antara lain: FlipChart, Leaflet, dll.
Langkah-Langkah
Konseling
1. Pengumpulan
data meliputi: Identifikasi data dan pengkajian data yang terkumpul dikaji,
diidentifikasi secara rinci dan mengambil kesimpulan atas masalah yang dihadapi
konseli penderita TBC berdasarkan pengumpulan data.
2. Perencanaan
konseling yang perlu diberikan
3. Memonitor
dan evaluasi hasil konseling
Hambatan yang sering
dijumpai oleh konselor:
1. Konseli
tidak mau bicara terbuka
2. Konseli mengalami kejenuhan dan kesulitan dalam
mengatur pola minum obat sesuai dengan anjuran
3. Konseli mengeluh efek samping yang ditimbulkan oleh
OAT
4. Konseli
tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mendengarkan anjuran konselor
5. Konseli
berbicara terus yang sering tidak sesuai dengan topic pembicaraan
6. Ruang
dan suasana konsultasi kurang mendukung jalannya proses konsultasi.
PROSES KONSELING
1.
Persiapan
Persiapan dalam melakukan konseling yaitu tahap awal
sebelum proses konseling dilakukan. Untuk menerapkan suatu konseling yang baik,
maka konselor harus memiliki persiapan. Konselor sebaiknya melakukan persiapan
prainteraksi dengan melihat data rekam medis pasien, ini penting agar konselor
dapat mengetahui kemungkinan masalah yang terjadi seperti tingkat pendidikan
yang akan mempengaruhi terhadap tingkat kepahaman dalam program pengobatan TBC.
Selain itu, konseli juga harus mempersiapkan diri dengan informasi-informasi
terbaru yang berhubungan dengan pengobatan yang diterima oleh pasien. Hal itu
juga berkaitan dengan bagaimana riwayat penyakit TBC yang diderita pasien,
termasuk jenis TBC yang ringan,sedang atau berat dan apa saja diet penyakit TBC
yang telah di derita pasien.
2.
Proses
Konseling
a. Pembukaan
Pembukaan konseling
antara konselor dengan konseli dapat menciptakan hubungan baik sehingga konseli
percaya untuk memberikan informasi tentang permasalahan dirinya yang berkaitan dengan
penyakit TBC. Dengan cara lain saling mengenal, mengemukakan tentang kontrak
waktu yang akan disepakati bersama.
b. Diskusi
untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah
Pada tahap ini konselor
dapat mengetahui dari konseli tentang masalah potensial yang mungkin terjadi
selama pengobatan.
c. Menutup
diskusi
d. Follow-Up
diskusi
e. Dokumentasi
3.
Evaluasi
Strategi yang digunakan
untuk Konseling Kesehatan
Realita
Konseling
realitas merupakan model konseling yang termasuk kelompok konseling cognitive-behavioral(perilaku-kognitif). Pendekatan konseling realitas dikembangkan oleh William
Glasser dengan nama Reality
Therapy (Terapi Realitas).
Menurut pendekatan konseling realitas, konseling pada dasarnya merupakan proses
belajar yang menekankan dialog rasional antara konselor dan konseli dengan
tujuan agar konseli mau memikul tanggung jawab bagi dirinya dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya.
Person Center Teraphy
Konseling berpusat pada person (person centred therapy) dikembangkan oleh Carl
Person Rogers, salah seorang psikolog klinis yang sangat menekuni bidang
konseling dan psikoterapi. Dia dilahirkan pada 1920 di Loak Park,
Illinois. Psikoterapi ini
berkembang pada tahun 1960an, psikoterapi ini menekankan bahwa prinsip terapi ini tidak hanya diterapakan dalam proses terapi tetapi prinsip-prinsip terapi ini dapat diterapkan di berbagai setting seperti dalam
masyarakat. Titik berat dari PCT meningkatkan keterlibatan hubungan personal
dengan klien, terapist lebih aktif & terbuka, lebih memperhatikan
pengaruh lingkungan. Periode ini memperkenalkan unsur-unsur penting dari
sikap-sikap terapis, yakni keselarasan, pandangan dan penerimaan positif, dan
pengertian yang empatik sebagai prasyarat bagi terapi yang efektif.
Pandangan subjektif terhadap pengalaman manusia, menekankan sumber
daya terapi untuk menjadi sadar diri self-aware dan
untuk pemecahan hambatan ke pertumbuhan pribadi. Model ini meletakkan klien,
bukan terapi, sebagai pusat terapi. Falsafah dan Asumsi Dasar Model ini
berdasarkan pada pandangan positif tentang manusia yang melihat orang memiliki
sifat bawaan berjuang keras ke arah menjadi untuk berfungsi secara penuh
(becoming fully functioning). Asumsi dasarnya adalah dalam konteks suatu
hubungan pribadi dengan kepedulian terapist, klien mengalami perasaan yang sebelumnya
ditolak atau disimpangkan dan peningkatan self-awareness.
PENUTUP
Berdasarkan
hasil penjelasan di atas bahwa pasien penderita TBC banyak yang mengalami
stress hingga depresi yang berlebihan akibat penyakit yang dideritanya,
sehingga pasien penderita TBC selain membutuhkan penanganan khusus melalui obat
juga perlu melakukan proses konseling agar pasien penderita TBC ini dapat
menerima keadaan dirinya pada saat ini dan dapat optimis dalam menjalani
kehidupannya kedepan nantinya. Teknik yang sesuai dalam proses konseling kepada
pasien penderita TBC adalah Realita dan Person Centered Therapy karena dalam
teknik tersebut konseli disadarkan pada kondisi konseli pada saat itu sehingga konseli
dapat menerima dirinya dengan penyakit yang konseli derita dan konseli dapat
menggali potensi yang ada pada dirinya sehingga konseli dapat mandiri dengan
potensi yang ia miliki sehingga tidak menggantungkan diri pada orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Zulkifli
Amin, Asril Bahar. 2006. Tuberculosis
Paru, Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta: UI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar